Jakarta -
Kasus perselisihan antara konsumen dengan pengembang properti karena
tertipu oleh pengembang nakal masih terus terjadi. Sering kali konsumen
tak jeli dalam memperhatikan masalah kaidah hukum transaksi properti.
Pakar hukum properti Erwin Kallo mengatakan konsep Preproject Selling atau
penjualan sebelum proyek pembangunan properti dimulai, telah menjadi
model beberapa tahun terakhir ini. Menurutnya pihak pengembang maupun
konsumen sering melupakan konsekuensi-konsekuensi yuridis di dalam
pelaksanaannya.
Kepada detikFinance, Kamis (12/5/2011) Erwin menuturkan beberapa poin untuk mencegah permasalahan atau tuntutan hukum di kemudian hari.
Saat Pemasaran dan Penjualan
Jangan melaksanakan pemasaran atau penjualan sebelum izin mendirikan
bangunan (IMB) dimiliki, terlebih lagi jika tanah belum dibebaskan
karena tindakan tersebut dapat dikategorikan tindak pidana 'penipuan'
karena dianggap memasarkan atau menjual sesuatu yang belum menjadi
haknya.
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)
Transaksi pemesanan biasanya dilakukan pada saat launching atau pameran
perumahan. Konsumen biasanya membayar booking fee dimana pada saat ini
konsumen hanya diberi penjelasan lisan oleh marketing pengembang tanpa
memberikan draft Perjanjian Pengikatan Jual-Beli (PPJB).
Seharusnya
pada saat itu pengembang sepatutnya memberikan draft PPJB nya karena
dipihak konsumen telah timbul konsekuensi hukum, yaitu jika dalam waktu
tertentu (biasanya 14 hari) ia tidak membayar uang muka (sebesar 20-30 %
dari harga jual) maka booking fee-nya hangus atau tidak menyetujui isi
PPJB, booking fee bahkan uang muka tidak dapat dikembalikan.
Kenyataan
bahwa sebagian konsumen properti tidak puas terhadap cara dan isi PPJB
selama ini, karena dianggap tidak adil. Hal ini dapat dilihat sebagai
suatu peluang atau setidaknya dijadikan 'selling point' dengan cara
membuat PPJB yang 'negotiable' secara terbatas, maksudnya tetap ada
klausul-klausul yang baku guna melindungi kepentingan pengembang.
Erwin menuturkan beberapa rujukan hukum dalam membuat PPJB, perlu diperhatikan beberapa hal, dalam menyusun draft PPJB (Legal Drafting) yang standar mengatur hal-hal sebagai berikut:
Saat Serah Terima Fisik
Tidak semuanya konsumen
ingin secepatnya dilaksanakan serah terima, ada pula yang ingin
menunda-nunda serah terima karena pada saat serah terima maka seluruh
hak dan kewajiaban beralih kepadanya termasuk service charge dan
pajak-pajak. Hal ini sering ditemui pada konsumen apartemen. Untuk
mengantisipasi dapat diatur dalam PPJB klausula serah terima bahwa:
Bilamana
konsumen tidak atau belum juga menandatangani Berita Acara Serah Terima
setelah diberitahu secara tertulis 3 (tiga) kali berturut-turut, maka
Berita Acara tersebut dapat dianggap telah ditandatangani atau memberi
kuasa kepada pengembang untuk menandatanganinya hak dan kewajiban atau
penguasaan unit properti telah beralih kepadanya.
Adapun draft
Berita Acara Serah Terima Fisik harus memuat hal-hal yang merupakan
pengalihan fisik dan tanggung jawab dengan bahasa yang jelas dan tegas
untuk menghindari penafsiran ganda.
Saat Melakukan Akta Jual Beli
Setelah
serah terima fisik dan pengembang menerima uang penjualan secara penuh,
selanjutnya dilaksanakan penandatanganan Akta Jual Beli di hadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan lazimnya pengaturan itu diserahkan
kepada PPAT/notaris sekaligus pengurusan balik nama sertifikat karena
telah diatur sebelumnya dalam PPJB.
(hen/dnl)
Sumber :
http://www.detikfinance.com/read/2011/05/12/154043/1638306/1016/ini-dia-jurus-agar-tak-tertipu-pengembang-nakal?fsubbs1016
Kasus perselisihan antara konsumen dengan pengembang properti karena
tertipu oleh pengembang nakal masih terus terjadi. Sering kali konsumen
tak jeli dalam memperhatikan masalah kaidah hukum transaksi properti.
Pakar hukum properti Erwin Kallo mengatakan konsep Preproject Selling atau
penjualan sebelum proyek pembangunan properti dimulai, telah menjadi
model beberapa tahun terakhir ini. Menurutnya pihak pengembang maupun
konsumen sering melupakan konsekuensi-konsekuensi yuridis di dalam
pelaksanaannya.
Kepada detikFinance, Kamis (12/5/2011) Erwin menuturkan beberapa poin untuk mencegah permasalahan atau tuntutan hukum di kemudian hari.
Saat Pemasaran dan Penjualan
Jangan melaksanakan pemasaran atau penjualan sebelum izin mendirikan
bangunan (IMB) dimiliki, terlebih lagi jika tanah belum dibebaskan
karena tindakan tersebut dapat dikategorikan tindak pidana 'penipuan'
karena dianggap memasarkan atau menjual sesuatu yang belum menjadi
haknya.
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)
Transaksi pemesanan biasanya dilakukan pada saat launching atau pameran
perumahan. Konsumen biasanya membayar booking fee dimana pada saat ini
konsumen hanya diberi penjelasan lisan oleh marketing pengembang tanpa
memberikan draft Perjanjian Pengikatan Jual-Beli (PPJB).
Seharusnya
pada saat itu pengembang sepatutnya memberikan draft PPJB nya karena
dipihak konsumen telah timbul konsekuensi hukum, yaitu jika dalam waktu
tertentu (biasanya 14 hari) ia tidak membayar uang muka (sebesar 20-30 %
dari harga jual) maka booking fee-nya hangus atau tidak menyetujui isi
PPJB, booking fee bahkan uang muka tidak dapat dikembalikan.
Kenyataan
bahwa sebagian konsumen properti tidak puas terhadap cara dan isi PPJB
selama ini, karena dianggap tidak adil. Hal ini dapat dilihat sebagai
suatu peluang atau setidaknya dijadikan 'selling point' dengan cara
membuat PPJB yang 'negotiable' secara terbatas, maksudnya tetap ada
klausul-klausul yang baku guna melindungi kepentingan pengembang.
Erwin menuturkan beberapa rujukan hukum dalam membuat PPJB, perlu diperhatikan beberapa hal, dalam menyusun draft PPJB (Legal Drafting) yang standar mengatur hal-hal sebagai berikut:
- Komparasi Perjanjian, yaitu para pihak yang akan menandatangani
PPJB. Apakah badan hukum PT pengembang itu telah mendapat pengesahan
dari Menteri Kehakiman? Hal ini penting sehubungan dengan
pertanggungjawabannya bila PT itu bubar atau pailit. Lalu, apakah
Direktur yang menandatangani telah mendapat persetujuan dari Komisaris
Perseroan, atau bila diwakilkan oleh orang lain selain Direksi, harus
mendapat kuasa dari Direksi tersebut. - Premis, yaitu penjelasan awal mengenai perjanjian harus ditegaskan
bahwa pengembang telah memiliki atau menguasai lahan tersebut secara sah
tidak dalam keadaan dijaminkan. Lalu pengembang telah mendapatkan
izin-izin yang diperlukan oleh proyek tersebut sesuai dengan SK Menpera
tentang PPJB rumah. - Isi PPJB yaitu:
- Harga jual dan biaya-biaya lain yang ditanggung konsumen.
- Tanggal serah terima fisik yang tidak boleh melebihi 18 bulan sejak pembayaran pertama.
- Denda keterlambatan bila pengembang terlambat melakukan serah terima fisik kepada konsumen.
- Spesifikasi banguanan dan lokasi.
- Hak pengembang untuk membatalkan perjanjian, bila pengembang lalai
akan kewajibanya dengan pembayaran kembali seluruh uang yang telah
disetor konsumen berikut denda-dendanya sebagaimana pengembang
membatalkan perjanjian bila konsumen lalai melaksanakan kewajibannya. - Penandatanganan akta jual beli haruslah ada kepastian tanggalnya dan
denda bila terjadi keterlambatan serah terima fisik yang didenda. - Masa pemeliharaan 100 (seratus) hari sejak tanggal serah terima.
Saat Serah Terima Fisik
Tidak semuanya konsumen
ingin secepatnya dilaksanakan serah terima, ada pula yang ingin
menunda-nunda serah terima karena pada saat serah terima maka seluruh
hak dan kewajiaban beralih kepadanya termasuk service charge dan
pajak-pajak. Hal ini sering ditemui pada konsumen apartemen. Untuk
mengantisipasi dapat diatur dalam PPJB klausula serah terima bahwa:
Bilamana
konsumen tidak atau belum juga menandatangani Berita Acara Serah Terima
setelah diberitahu secara tertulis 3 (tiga) kali berturut-turut, maka
Berita Acara tersebut dapat dianggap telah ditandatangani atau memberi
kuasa kepada pengembang untuk menandatanganinya hak dan kewajiban atau
penguasaan unit properti telah beralih kepadanya.
Adapun draft
Berita Acara Serah Terima Fisik harus memuat hal-hal yang merupakan
pengalihan fisik dan tanggung jawab dengan bahasa yang jelas dan tegas
untuk menghindari penafsiran ganda.
Saat Melakukan Akta Jual Beli
Setelah
serah terima fisik dan pengembang menerima uang penjualan secara penuh,
selanjutnya dilaksanakan penandatanganan Akta Jual Beli di hadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan lazimnya pengaturan itu diserahkan
kepada PPAT/notaris sekaligus pengurusan balik nama sertifikat karena
telah diatur sebelumnya dalam PPJB.
(hen/dnl)
Sumber :
http://www.detikfinance.com/read/2011/05/12/154043/1638306/1016/ini-dia-jurus-agar-tak-tertipu-pengembang-nakal?fsubbs1016