London (ANTARA News) - Amnesty International minta Pemerintah Indonesia menghentikan penggunaan cambuk sebagai bentuk hukuman dan mencabut peraturan yang menerapkannya di Provinsi Aceh, setelah setidak-tidaknya 21 orang dihukum cambuk di depan umum sejak 12 Mei.
Direktur Asia Pasifik Amnesty International, Sam Zarifi, dalam keterangannya yang diterima ANTARA News London, Minggu menyebutkan bahwa di Kota Langsa, 14 pria dicambuk di luar Masjid Darul Falah pada 19 Mei lalu, menyusul eksekusi cambuk tujuh pria seminggu sebelumnya.
21 orang tersebut ditemukan melanggar hukum syariah (qanun) Aceh yang melarang perjudian dan dijatuhi hukuman masing-masing enam cambukan sementara ratusan orang menontonnya.
Menurut Sam Zarifi, tampaknya pihak berwenang Aceh semakin meningkat dalam penggunaan hukum cambuk yang melanggar hukum internasional.
"Korban cambuk mengalami rasa sakit, takut dan malu, dan cambukan bisa mengakitbatkan cedera jangka panjang atau permanen," ujarnya.
Menurut laporan media setidak-tidaknya 16 kasus pria dan perempuan yang mengalami hukum cambuk di Aceh pada 2010.
Sebagai tambahan hukum lokal Aceh yang memasukkan hukuman cambuk, Qanun Hukum Jinayat yang diloloskan oleh parlemen Aceh pada tahun 2009 juga memasukkan hukuman rajam batu hingga mati untuk zinah dan 100 kali cambuk bagi homoseksualitas.
Kitab ini belum diimplementasikan, sebagian karena derasnya kritik di tingkat lokal, nasional dan internasional.
Amnesty International menyerukan pada pemerintah pusat Indonesia untuk mengkaji semua hukum dan peraturan lokal untuk menjamin keselarasan mereka dengan hukum dan standar hak asasi manusia internasional, juga dengan ketentuan-ketentuan hak asasi manusia dalam undang-undang domestik.
"Proses desentralisasi dan otonomi regional Indonesia seharusnya mengenai pemberdayaan masyarakat lokal, dan selayaknya tidak mengorbankan hak asasi manusia mereka," ungkap Sam Zarifi.
Dewan perwakilan provinsi Aceh meloloskan serangkaian peraturan yang mengatur implementasi hukum Syariah setelah pengesahan Undang-undang tentang Otonomi Khusus di tahun 2001,.
Hukum cambuk diperkenalkan sebagai hukuman yang dijalankan oleh peradilan Islam untuk pelanggaran seperti zinah, konsumsi alkohol, pasangan dewasa yang berduaan tanpa kehadiran orang lain (khalwat) dan bagi banyak Muslim yang ditemukan makan, minum atau menjual makanan pada siang hari ketika saat puasa di bulan Ramadhan.
Menurut Amnesty Internasional, hukuman cambuk melanggar Konvensi PBB melawan Penyiksaan, yang diratifikasi Indonesia pada tahun 1998.
Direktur Asia Pasifik Amnesty International, Sam Zarifi, dalam keterangannya yang diterima ANTARA News London, Minggu menyebutkan bahwa di Kota Langsa, 14 pria dicambuk di luar Masjid Darul Falah pada 19 Mei lalu, menyusul eksekusi cambuk tujuh pria seminggu sebelumnya.
21 orang tersebut ditemukan melanggar hukum syariah (qanun) Aceh yang melarang perjudian dan dijatuhi hukuman masing-masing enam cambukan sementara ratusan orang menontonnya.
Menurut Sam Zarifi, tampaknya pihak berwenang Aceh semakin meningkat dalam penggunaan hukum cambuk yang melanggar hukum internasional.
"Korban cambuk mengalami rasa sakit, takut dan malu, dan cambukan bisa mengakitbatkan cedera jangka panjang atau permanen," ujarnya.
Menurut laporan media setidak-tidaknya 16 kasus pria dan perempuan yang mengalami hukum cambuk di Aceh pada 2010.
Sebagai tambahan hukum lokal Aceh yang memasukkan hukuman cambuk, Qanun Hukum Jinayat yang diloloskan oleh parlemen Aceh pada tahun 2009 juga memasukkan hukuman rajam batu hingga mati untuk zinah dan 100 kali cambuk bagi homoseksualitas.
Kitab ini belum diimplementasikan, sebagian karena derasnya kritik di tingkat lokal, nasional dan internasional.
Amnesty International menyerukan pada pemerintah pusat Indonesia untuk mengkaji semua hukum dan peraturan lokal untuk menjamin keselarasan mereka dengan hukum dan standar hak asasi manusia internasional, juga dengan ketentuan-ketentuan hak asasi manusia dalam undang-undang domestik.
"Proses desentralisasi dan otonomi regional Indonesia seharusnya mengenai pemberdayaan masyarakat lokal, dan selayaknya tidak mengorbankan hak asasi manusia mereka," ungkap Sam Zarifi.
Dewan perwakilan provinsi Aceh meloloskan serangkaian peraturan yang mengatur implementasi hukum Syariah setelah pengesahan Undang-undang tentang Otonomi Khusus di tahun 2001,.
Hukum cambuk diperkenalkan sebagai hukuman yang dijalankan oleh peradilan Islam untuk pelanggaran seperti zinah, konsumsi alkohol, pasangan dewasa yang berduaan tanpa kehadiran orang lain (khalwat) dan bagi banyak Muslim yang ditemukan makan, minum atau menjual makanan pada siang hari ketika saat puasa di bulan Ramadhan.
Menurut Amnesty Internasional, hukuman cambuk melanggar Konvensi PBB melawan Penyiksaan, yang diratifikasi Indonesia pada tahun 1998.