Fantastika
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

~ Where Fantasy meets Brotherhood ~


You are not connected. Please login or register

Ayah Menggendong Mayatnya Karena Tak Mampu Bayar Ambulan

Go down  Message [Halaman 1 dari 1]

surya75

surya75
Captain
Captain

Penumpang kereta rel listrik (krl) jurusan Jakarta – Bogor pun geger
minggu (5/6). Sebab, mereka tahu bahwa seorang pemulung bernama Supriono
(38 thn) tengah menggendong mayat anak, khaerunisa (3 thn).
Supriono akan memakamkan si kecil di kampung Kramat, Bogor dengan
menggunakan jasa krl. Tapi di stasiun tebet, supriono dipaksa turun dari
kereta, lantas dibawa ke kantor polisi karena dicurigai si anak adalah
korban kejahatan. Tapi di kantor polisi, Supriono mengatakan si anak
tewas karena penyakit muntaber. Polisi belum langsung percaya dan
memaksa supriono membawa jenazah itu ke RSCM untuk diautopsi.
Ayah Menggendong Mayatnya Karena Tak Mampu Bayar Ambulan 04_gendong_mayat1
Di RSCM,
Supriono menjelaskan bahwa khaerunisa sudah empat hari terserang
muntaber. Dia sudah membawa khaerunisa untuk berobat ke puskesmas
kecamatan setiabudi. Saya hanya sekali bawa khaerunisa ke puskesmas,
saya tidak punya uang untuk membawanya lagi ke puskesmas, meski biaya
hanya rp 4.000,- saya hanya pemulung kardus, gelas dan botol plastik
yang penghasilannya hanya rp 10.000,- per hari. Ujar bapak 2 anak yang
mengaku tinggal di kolong perlintasan rel ka di cikini itu.
Supriono hanya bisa berharap Khaerunisa sembuh dengan sendirinya.
Selama sakit khaerunisa terkadang masih mengikuti ayah dan kakaknya,
muriski saleh (6 thn), untuk memulung kardus di manggarai hingga
salemba, meski hanya terbaring digerobak ayahnya.

Karena tidak kuasa melawan penyakitnya, akhirnya khaerunisa menghembuskan nafas terakhirnya pada minggu (5/6) pukul 07.00.
Khaerunisa meninggal di depan sang ayah, dengan terbaring di dalam
gerobak yang kotor itu, di sela-sela kardus yang bau. Tak ada
siapa-siapa, kecuali sang bapak dan kakaknya. Supriono dan muriski
termangu. Uang di saku tinggal rp 6.000,- tak mungkin cukup beli kain
kafan untuk membungkus mayat si kecil dengan layak, apalagi sampai harus
menyewa ambulans. Khaerunisa masih terbaring di gerobak. Supriono
mengajak musriki berjalan menyorong gerobak berisikan mayat itu dari
manggarai hingga ke stasiun tebet, supriono berniat menguburkan anaknya
di kampong pemulung di kramat, bogor. Ia berharap di sana mendapatkan
bantuan dari sesama pemulung.

Pukul 10.00 yang mulai terik, gerobak mayat itu tiba di stasiun tebet.
Yang tersisa hanyalah sarung kucel yang kemudian dipakai membungkus
jenazah si kecil. Kepala mayat anak yang dicinta itu dibiarkan terbuka,
biar orang tak tahu kalau khaerunisa sudah menghadap sang khalik.
Dengan menggandeng si sulung yang berusia 6 thn, Supriono menggendong
Khaerunisa menuju stasiun. Ketika krl jurusan bogor datang, tiba-tiba
seorang pedagang menghampiri supriono dan menanyakan anaknya. Lalu
dijelaskan oleh Supriono bahwa anaknya telah meninggal dan akan dibawa
ke Bogor spontan penumpang krl yang mendengar penjelasan supriono
langsung berkerumun dan supriono langsung dibawa ke kantor polisi Tebet.
Polisi menyuruh agar supriono membawa anaknya ke RSCM dengan menumpang
ambulans hitam.

Supriono ngotot meminta agar mayat anaknya bisa segera dimakamkan.
Tapi dia hanya bisa tersandar di tembok ketika menantikan surat
permintaan pulang dari RSCM. Sambil memandangi mayat khaerunisa yang
terbujur kaku. Hingga saat itu Muriski sang kakak yang belum mengerti
kalau adiknya telah meninggal masih terus bermain sambil sesekali
memegang tubuh adiknya. Pukul 16.00, akhirnya petugas RSCM mengeluarkan
surat tersebut, lagi-lagi karena tidak punya uang untuk menyewa
ambulans, Supriono harus berjalan kaki menggendong mayat Khaerunisa
dengan kain sarung sambil menggandeng tangan Muriski. Beberapa warga
yang iba memberikan uang sekadarnya untuk ongkos perjalanan ke Bogor.

Para pedagang di RSCM juga memberikan air minum kemasan untuk bekal Supriono dan Muriski di perjalanan.

Psikolog Sartono Mukadis menangis mendengar cerita ini dan
mengaku benar-benar terpukul dengan peristiwa yang sangat tragis
tersebut karena masyarakat dan aparat pemerintah saat ini sudah tidak
lagi perduli terhadap sesama. Peristiwa itu adalah dosa masyarakat yang
seharusnya kita bertanggung jawab untuk mengurus jenazah khaerunisa.
Jangan bilang keluarga supriono tidak memiliki KTP atau KK atau bahkan
tempat tinggal dan alamat tetap. Ini merupakan tamparan untuk bangsa
Indonesia, ujarnya.

Sumber

Kembali Ke Atas  Message [Halaman 1 dari 1]

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik